Bahkan sebelum peluit penuh waktu ditiup dalam kekalahan 4-0 Manchester City di semifinal Liga Champions Rabu, para pemain Real Madrid tampaknya telah menerima nasib mereka.
Sisi Spanyol telah dilampaui, berlari lebih cepat dan kalah selama hampir keseluruhan 90 menit oleh tim City yang hanya memotong di atasnya.
Itu adalah penampilan yang tidak hanya membuat Los Blancos tersingkir dari turnamen, tetapi juga membuat tim superstar kelas dunia terlihat biasa-biasa saja.
Melihat klub besar tersingkir dari sebuah kpmpetisi selalu merupakan kejutan. Tetapi, itu bahkan lebih mengejutkan ketika tim tersebut adalah Madrid di kompetisi Liga Champions.
Bahkan ketika performa domestiknya terlihat kurang dalam beberapa tahun terakhir, Madrid selalu tampil sebagai monster yang berbeda di Liga Champions.
Los Merengues memiliki tim yang penuh dengan veteran turnamen yang tahu persis bagaimana memenangkan turnamen ini.
Klub ini telah membukukan rekor total 14 kali juara Champions, dengan lima kalinya dalam 10 tahun terakhir.
Termasuk, tiga kali berturut-turut dari 2016 hingga 2018, sesuatu yang belum dilakukan oleh tim mana pun sebelumnya.
Jadi, apa yang salah? Mari kita bicarakan di sini.
Pep Guardiola adalah Seorang Ahli Strategi
Sebuah langkah taktis sederhanan Pep Guardiola memastikan Manchester City benar-benar mengalahkan Real Madrid – klub terbesar dalam sejarah Liga Champions.
Lalu dengan demikian mengukuhkan tempat mereka di Istanbul untuk pertandingan final melawan Inter Milan.
Mantan manajer Barcelona itu tetap percaya dengan lineup (pemain awal) yang sama yang mengamankan hasil imbang 1-1 di Stadion Santiago Bernabeu pada pertandingan leg pertama lalu.
Satu pilihan sederhana ini ternyata sanggup mengubah semua prediksi yang ada. Terlebih, timnya tak hanya sekadar mengalahkan salah satu tim terbesar di Liga Champions, mereka membantai dengan skor fantastis 4 gol tanpa balas.
Kemenangan melawan Real Madrid asuhan Ancelotti adalah kemenangan ke-100 Pep di kompetisi klub utama Eropa, di saat bersamaan mantan pemain Spanyol itu juga mengejar gelar Liga Champions ke tiga.
Pemilihan pemain yang buruk membunuh Real Madrid
Sejumlah kesalahan dilakukan pihak Madrid pada hari itu, dan salah satunya dari Carlo Ancelotti, karena pelatih asal Italia itu melakukan perubahan fatal pada kesempatan ini.
Antonio Rudiger adalah salah satu pemain terbaik di lapangan pada leg pertama yang secara efektif mampu mematikan pergerakan penyerang terbaik City, Erling Haaland.
Tetapi pada kesempatan ini, dia tidak dimainkan dan Ancelotti malah memilih Eder Militao sebagai gantinya. Itu jelas sebuah kesalahan fatal dan seluruh tim Real Madrid harus membayarnya.
Militao mungkin digadang oleh banyak pengamat dan penggemar sebagai bek terbaik yang dimiliki Real Madrid.
Tetapi pada kesempatan ini, dia tak lebih dari sekadar pemain pelengkap di lapangan dan terlihat tidak mampu berbuat banyak untuk menghadang laju Haaland.
Itu adalah salah satu penampilan terburuknya dalam ingatan baru-baru ini dan orang harus bertanya-tanya apakah semuanya akan berbeda jika Rudiger memulai.
Tentu saja, salah jika menyebut Militao sebagai satu-satunya yang tampil buruk pada hari itu.
Jujur saja, seluruh tim Madrid tampil di bawah performa pada pertandingan tersebut.
Namun, itu juga tidak berarti bahwa kehadiran Rudiger akan mengubah segalanya dan membuat hasil yang berbeda bagi Madrid.
Tetapi, bagi seorang pemain yang sudah menampilkan performa yang hampir sempurna melawan penyerang tengah paling tajam saat ini dalam permainan, dan kemudian tidak dimainkan di leg kedua, adalah sebuah kesalahan stratgei fatal.
Entah apa yang ada di benak pelatih berpengalaman asal Italia tersebut sehingga bisa membuat keputusan taktis yang blunder seperti itu.
Terlebih, keputusan untuk memainkan Rodrygo sejak awal juga tidak membuahkan hasil. Sementara, penyerang terbaik Madrid saat ini, Karim Benzema, juga tampil di bawah peforma.
Keengganan pria berusia 63 tahun itu untuk menarik dan mengganti kapten timnya tersebut, meski tampil buruk, semakin menggarisbawahi kelemahan taktisnya melawan City.
Di sisi lain, Real Madrid mungkin saja kalah telak dari The Citizens, tetapi skornya bisa jauh lebih buruk jika bukan karena Thibaut Courtois.
Penjaga gawang asal Belgia tersebut berhasil melakukan beberapa penyelamatan yang fantastis.
Termasuk dua upaya dari Haaland yang pasti akan berakhir di belakang gawang jika ditangani oleh kiper lain.
Sayangnya, upaya terbaiknya tidak bisa mencegah takdir yang ada karena pasukan Pep Guardiola berhasil menempatkan empat gol melewatinya.
Dia adalah satu-satunya pemain Los Blancos yang melakukan perjalanan ke Manchester, dan dapat kembali ke Madrid dengan kepala tegak setelah penampilannya yang luar biasa.
Silva menjadi bintang dalam kemenangan City
Sebelumnya, Bernardo Silva sudah menyatakan bahwa dia dan timnya, Manchester City, akan membalas dendam melawan Real Madrid dalam pengulangan semifinal Liga Champions musim lalu.
Silva memastikan dia biasa membuktikan omongannya yang berani itu, dengan bermain fenomenal dan menjadi inspirasi City untuk meraih kemenangan empat nol mereka.
Pemain tengah asal Portugal itu adalah duri dalam daging bagi pertahanan Madrid sejak tiupan peluit awal pertandingan.
Jadi, tidak mengherankan ketika dia juga yang memecahkan kebuntuan permainan dengan gol yang cerdas.
Dia menggandakan golnya dan keunggulan City dengan sundulan bebas di dalam kotak untuk secara efektif membuat timnya selangkah lebih dekat menuju juara.
Dia mengakhiri permainan luar biasanya dengan penghargaan man of the match.
Menurut Bonanza88, itu adalah pernghargaan yang pantas untuk kerja kerasnya membantu City dalam upaya memenangkan trofi Eropa pertama mereka.